This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 April 2012

bisnis reseller

Sering kita dengar dan baca istilah reseller dalam dunia internet. Apa reseller itu?. Mungkin sebagian orang sudah tahu apa yang dimaksud pengertian reseller disini. Saya hanya mengulas kembali tentang pengertian reseller itu. Re artinya kembali , seller artinya penjual, jadi arti reseller adalah menjual kembali suatu produk yang dilakukan oleh penjual setelah penjual tersebut membelinya. Kebanyakan orang masih salah kaprah tentang pengertian reseller disini. Mereka beranggapan bahwa reseller itu menjadikan mereka media untuk jualan, karena faktanya kebanyakan orang membeli produk dari suatu website dan mempromosikan url webnya dengan harapan dapat suatu komisi. Padahal reseller itu sendiri hanyalah 1 fitur saja dari bisnis online tersebut yang di dalamnya tidak ada paksaan. Kalau anda malas mempromosikan url replika anda jangan berharap komisi datang dengan sendirinya karena prinsip bisnis internet itu Promosi = traffic = uang. Jadi ikalau malas mempromosikan produk orang lain kenapa ANDA tidak jualan saja produk ANDA sendiri yaitu dengan mempromosiian produknya sendiri tanpa reseller tanpa embel-embel yang lain, dan menikmati hasilnya sendiri. Bagi anda yang ingin punya produk sendiri kenapa tidak mencoba saja hasilkan uang tambahan. Produk = laku = uang masuk rekening anda.
 http://nawakkipa.wordpress.com/2009/11/24/pengertian-reseller/

toko online

Apa pengertian toko online? Pada dasarnya toko offline dan toko online adalah sama. Jika toko offline maka pembeli atau konsumen akan mendatangi tempat usaha anda, misal alamat saya di krapyak wetan, panggung harjo, sewon, bantul yogyakarta. Maka pembeli mendatangi tempat usaha saya tersebut. Sedangkan alamat toko online adalah www.jasa-service-ac-jogja.com. Jadi kesimpulanya pengertian toko online adalah sarana atau toko untuk menawarkan barang dan jasa lewat internet, dimana pengunjung dapat melihat barang-barang anda di toko online anda. Berupa foto-foto.
Apa saja keuntungan toko online dibanding yang offline?
1.Keuntunganya tentu sangat banyak, disamping pengunjung yang datang adalah yang betul-betul berminat dengan product anda. Anda tidak perlu dibuat repot membuat famflet ataupun membuat iklan-iklan di media offline.
2. Toko online tidak harus ditungguin, bahkan anda tinggal menerima order jika ada pelanggan yang berminat dengan product anda.
3. Sarana paling efektif untuk promosi di jaman kemajuan tekhnologi. Karena saat ini internet dapat diakses dimanapun. Bahkan lewat HP. Saya sendiri memilih mencari barang yang saya butuhkan di internet. Misal saya membutuhkan sebuah tas, saya akan cari dimesin pencari tetang info tas di kota saya. Saya tinggal mengetik" Jual Tas Murah Jogja"

Apakah saat kita membuat toko online langsung terdeteksi mesin pencari.
Tentu tidak begitu saja, anda perlu melakukan pendaftaran toko online anda di mesin pencari misalnya google atau yahoo untuk mempromosikan web toko online anda. disamping itu toko online yang baik adalah yang sudah di seo kan. dengan beberapa tips seo. liha tips seo disini.

Toko apa saja yang bisa dibuat secara online?
Bebas dan tentunya apa saja.

Adakah contoh toko online?
Ini juga merupakan toko online, toko yang melayani jasa pembuatan blog secara online.
Atau lihat dibagian samping, kiri web blog ini. disana ada banyak contoh toko online pelanggan kami. Atau secara garis besar tampilanya seperti ini.
http://www.jasa-pembuatan-blog.com/2009/12/pengertian-toko-online-jasa-pembuatan.html

Sabtu, 25 Februari 2012

prinsip perbankan syariah

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:[4]
  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
  2. Bunga (ربا riba),
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:[4]
Bank Islam
  • Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
  • Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
  • Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
  • Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
  • Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
  • Memakai perangkat suku bunga
  • Berorientasi keuntungan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
  • Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis

produk bank syariah

1. Giro wadiah
Simpanan giro yang menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah.
Wadiah adalah prinsip titipan. Ada dua macam wadiah, yaitu:
a. wadiah yad amanah, di mana pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya, dan harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu
b. wadiah yad dhamanah, di mana di mana pihak yang dititipi harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu dan boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Atas penggunaan barang tersebut, apabila mendapatkan keuntungan, pihak yang dititipi boleh memberikan bonus kepada pemilik barang tapi tidak boleh dipersyaratkan di muka.
Giro wadiah menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah, di mana pihak bank adalah pihak yang dititipi dan nasabah adalah pemilik dana. Pihak bank boleh menggunakan dana yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Apabila untung, dapat memberikan bonus kepada pemilik dana. Sehingga bonus yang diterima pemegang giro wadiah mutlak kewenangan pihak bank. Selain itu, ketentuan giro wadiah seperti halnya giro konvensional.
2. tabungan wadiah
tabungan wadiah juga menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. Ketentuan lain seperti halnya tabungan konvensional.
3. tabungan mudharabah
tabungan mudharabah merupakan suatu investasi tidak terikat (ITT) nasabah kepada bank syariah. Disebut investasi karena menggunakan prinsip mudharabah, yaitu kerja sama untuk membuat suatu usaha (berarti berinvestasi) dan tidak terikat karena menggunakan mudharabah mutlaqah.
Mudharabah adalah prinsip bagi hasil, yaitu kerja sama antara pemilik dana (100%) dan pengelola dana (100%), untuk membuat suatu usaha bersama. Pemilik dana tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha, dan pengelola tidak ikut serta menyetorkan modal dalam usaha tersebut. Apabila terjadi keuntungan, dibagi bersama sesuai nisbah (Porsi bagi hasil) yang disepakati bersama. Apabila rugi, disebabkan kesalahan pengelola maka pengelola yang harus menanggunggungnya dan apabila bukan kesalahan pengelola, maka pemilik dana yang harus menanggungnya.
Mudharabah ada dua macam. Yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah, adalah apabila pengelola tidak memberikan batasan atau syarat kepada pengelola (bank syariah) mengenai bagaimana dananya harus dikelola. Sedangkan mudharabah muqayyadah, adalah apabila pengelola memberikan batasan atau syarat mengenai bagaimana seharusnya dananya dikelola. Misalnya, ada seorang nasabah penabung yang menginginkan dananya diinvestasikan hanya untuk pabrik tahu saja, maka ada kewajiban bank syariah untuk memenuhi syarat tersebut.
Dalam tabungan mudharabah, yang digunakan adalah prinsip mudharabah mutlaqah. Bank syariah adalah pengelola dan nasabah adalah pemilik dana, dan nasabah tidak memberikan batasan atau syarat. Produk ini masuk dalam kelompok rekening ITT. Apabila BS mendapatkan keuntungan dari mengelola dana tabungan ini, keuntunagn tersebut dibagi sesuai nisbah antara BS dan nasabah. Sedangkan jika terjadi kerugian yang merupakan kesalahan BS maka BS sendiri yang harus menanggungnya, tapi jika kerugian timbal bukan akibat kesalahan BS, maka nasabah yang harus menanggungnya. Ketentuan lain seperti halnya tabungan konvensional.
4. deposito mudharabah
deposito mudharabah juga masuk dalam kelompok rekening ITT yang menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah. Di mana bank syariah sebagai pengelola dan nasabah sebagai pemilik dana. Ketentuan lain mengikuti deposito konvensional.

perbedaan bank syariah dan konvensional

pertama tentang akad dan legalitas. Akad dan legalitas ini merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris (nah.. tinggi banget khan posisinya, jadi gak cuman main-main..). DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.
Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Selanjutnya, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah pada usaha yang dibiayai. Ada aturan bahwa usaha-usaha yang dibiayai oleh bank syariah ini hanya lah usaha yang halal. Sedangkan untuk usaha yang haram, seperti usaha asusila, usaha yang merusak masyarakat atau sejenisnya itu tidak akan dibiayai oleh bank syariah.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja bank syariah. Coba sekali-sekali pergi ke bank syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Yang pasti jika masuk ke kantor bank syariah insya Allah benar-benar sejuk nuansanya. :)

macam-macam riba

Riba Dain
Riba ini disebut juga dgn riba jahiliyah sebab riba jenis inilah yg terjadi pada jaman jahiliyah.
Riba ini ada dua bentuk:
a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo .
Misal: Si A hutang Rp 1 juta kepada si B dgn tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tdk punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1.100.000.” Demikian seterusnya.
Sistem ini disebut dgn riba mudha’afah . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
“Hai orang2 yg beriman janganlah kamu memakan riba dgn berlipat ganda.”
b. Pinjaman dgn bunga yg dipersyaratkan di awal akad
Misalnya: Si A hendak berhutang kepada si B. mk si B berkata di awal akad: “Saya hutangi kamu Rp 1 juta dgn tempo satu bulan dgn pembayaran Rp 1.100.000.”
Riba jahiliyah jenis ini adl riba yg paling besar dosa dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini yg sering terjadi pada bank-bank dgn sistem konvensional yg terkenal di kalangan masyarakat dgn istilah “menganakkan uang.” Wallahul musta’an.
Faedah penting:
Termasuk riba dlm jenis ini adl riba qardh . Gambaran seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dgn syarat mengembalikan dgn yg lbh baik atau lbh banyak jumlahnya.
Misal: Seseorang meminjamkan pena seharga Rp. 1000 dgn syarat akan mengembalikan dgn pena yg seharga Rp. 5000. Atau meminjamkan uang seharga Rp 100.000 dan akan dikembalikan Rp 110.000 saat jatuh tempo.
Ringkas tiap pinjam meminjam yg mendatangkan keuntungan adl riba dgn argumentasi sebagai berikut:
1. Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap pinjaman yg membawa keuntungan adl riba.”
Hadits ini dha’if. dlm sanad ada Sawwar bin Mush’ab dia ini matruk . Lihat Irwa`ul Ghalil .
Namun para ulama sepakat sebagaimana yg dinukil oleh Ibnu Hazm Ibnu Abdil Barr dan para ulama lain bahwa tiap pinjam meminjam yg di dlm dipersyaratkan sebuah keuntungan atau penambahan kriteria atau penambahan nominal termasuk riba.
2. Tindakan tersebut termasuk riba jahiliyah yg telah lewat penyebutan dan termasuk riba yg diharamkan berdasarkan Al-Qur`an As-Sunnah dan ijma’ ulama.
3. Pinjaman yg dipersyaratkan ada keuntungan sangat bertentangan dgn maksud dan tujuan mulia dari pinjam meminjam yg Islami yaitu membantu mengasihi dan berbuat baik kepada saudara yg membutuhkan pertolongan. Pinjaman itu berubah menjadi jual beli yg mencekik orang lain. Meminjami orang lain Rp. 10.000 dibayar Rp. 11.000 sama dgn membeli Rp. 10.000 dibayar Rp. 11.000.
Ada beberapa kasus yg masuk pada kaidah ini di antaranya:
a. Misalkan seseorang berhutang kepada syirkah Rp 10.000.000 dgn bunga 0% dgn tempo 1 tahun. Namun pihak syirkah mengatakan: “Bila jatuh tempo namun hutang belum terlunasi mk tiap bulan akan dikenai denda 5%.”
Akad ini adl riba jahiliyah yg telah lewat penyebutannya. Dan cukup banyak syirkah atau yayasan yg menerapkan praktik semacam ini.
b. Meminjami seseorang sejumlah uang tanpa bunga utk modal usaha dgn syarat pihak yg meminjami mendapat prosentase dari laba usaha dan hutang tetap dikembalikan secara utuh.
Modus lain yg mirip adl memberikan sejumlah uang kepada seseorang utk modal usaha dgn syarat tiap bulan dia mendapatkan –misalnya– Rp 1 juta baik usahanya untung atau rugi.
Sistem ini yg banyak terjadi pada koperasi BMT bahkan bank-bank syariah pun menerapkan sistem ini dgn istilah mudharabah .
Mudharabah yg syar’i adalah: Misalkan seseorang memberikan modal Rp. 10 juta utk modal usaha dgn ketentuan pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau 30% dari laba hasil usaha. Bila menghasilkan laba mk dia mendapatkan dan bila ternyata rugi mk kerugian itu ditanggung bersama . Hal ini sebagaimana yg dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn orang Yahudi Khaibar. Wallahul muwaffiq.
Adapun transaksi yg dilakukan oleh mereka pada hakekat adl riba dain/qardh ala jahiliyah yg dikemas dgn baju indah nan Islami bernama mudharabah. Wallahul musta’an.
c. Mengambil keuntungan dari barang yg digadaikan
Misal: Si A meminjam uang Rp 10 juta kepada si B dgn menggadaikan sawah seluas 05 ha. Lalu pihak pegadaian memanfaatkan sawah tersebut mengambil hasil dan apa yg ada di dlm sampai si A bisa mengembalikan hutangnya. Tindakan tersebut termasuk riba namun dikecualikan dlm dua hal:
1. Bila barang yg digadaikan itu perlu pemeliharaan atau biaya mk barang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai ganti pembiayaan. Misal yg digadaikan adl seekor sapi dan pihak pegadaian harus mengeluarkan biaya utk pemeliharaan. mk pihak pegadaian boleh memerah susu dari sapi tersebut sebagai ganti biaya perawatan. Dalil hadits riwayat Al-Bukhari dlm Shahih- dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَلَبَنُ الدُّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا
“Kendaraan yg tergadai boleh dinaiki nafkah dan susu hewan yg tergadai dapat diminum nafkahnya.”
2. Tanah sawah yg digadai akan mengalami kerusakan bila tdk ditanami mk pihak pegadaian bisa melakukan sistem mudharabah syar’i dgn pemilik tanah sesuai kesepakatan yg umum berlaku di kalangan masyarakat setempat tanpa ada rasa sungkan. Misal yg biasa berlaku adl 50%. Bila sawah yg ditanami pihak pegadaian tadi menghasilkan mk pemilik tanah dapat 50%. Namun bila si pemilik tanah merasa tdk enak krn dihutangi lalu dia hanya mengambil 25% saja mk ini tdk diperbolehkan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Riba Fadhl
Definisi adl ada tafadhul pada dua perkara yg diwajibkan secara syar’i ada tamatsul padanya.
Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dgn riba khafi sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih tanpa keraguan lagi adl pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adl haram dgn dalil yg sangat banyak. Di antaranya:
1. Hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim:
لاَ تَبِيْعُوا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارَيْنِ وَلاَ الدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمَيْنِ
“Jangan kalian menjual satu dinar dgn dua dinar jangan pula satu dirham dgn dua dirham.”
Juga hadits-hadits yg semakna dgn itu di antaranya:
a. Hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yg muttafaq ‘alaih.
b. Hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.
Juga hadits yg diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Abu Hurairah Sa’d bin Abi Waqqash Abu Bakrah Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain yg menjelaskan tentang keharaman riba fadhl tersebut dlm Ash-Shahihain atau salah satunya.
Adapun dalil pihak yg membolehkan adl hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّمَا الرِّبَا فِي النَّسِيْئَةِ
“Sesungguh riba itu hanya pada nasi`ah .”
Maka ada beberapa jawaban di antaranya:
a. Makna hadits ini adl tdk ada riba yg lbh keras keharaman dan diancam dgn hukuman keras kecuali riba nasi`ah. Sehingga yg ditiadakan adl kesempurnaan bukan wujud asal riba.
b. Hadits tersebut dibawa kepada pengertian: Bila jenis berbeda mk diperbolehkan tafadhul dan diharamkan ada nasi`ah.
Ini adl jawaban Al-Imam Asy-Syafi’i disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari guru Sulaiman bin Harb. Jawaban ini pula yg dirajihkan oleh Al-Imam Ath-Thabari Al-Imam Al-Baihaqi Ibnu Abdil Barr Ibnu Qudamah dan sejumlah ulama besar lainnya.
Jawaban inilah yg mengompromikan antara hadits yg dzahir bertentangan. Wallahul muwaffiq.
Riba Nasi`ah
Yaitu ada tempo pada perkara yg diwajibkan secara syar’i ada taqabudh .
Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dgn riba jali dan para ulama sepakat tentang keharaman riba jenis ini dgn dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yg membawakan ada kesepakatan akan haram riba jenis ini.
Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dgn riba bai’ .
Kaidah Seputar Dua Jenis Riba
1. Perkara yg diwajibkan secara syar’i ada tamatsul mk tdk boleh ada unsur tafadhul pada sebab bisa terjatuh pada riba fadhl. Misal: Tidak boleh menjual 1 dinar dgn 2 dinar atau 1 kg kurma dgn 15 kg kurma.
2. Perkara yg diwajibkan ada tamatsul mk diharamkan ada nasi`ah sebab bisa terjatuh pada riba nasi`ah dan fadhl bila barang satu jenis. Misal: Tidak boleh menjual emas dgn emas secara tafadhul demikian pula tdk boleh ada unsur nasi`ah.
3. Bila barang dari jenis yg berbeda mk disyaratkan taqabudh saja yakni boleh tafadhul namun tdk boleh nasi`ah. Misal menjual emas dgn perak atau kurma dgn garam. Transaksi ini boleh tafadhul namun tdk boleh nasi`ah.
Ringkasnya:
a. Beli emas dgn emas secara tafadhul berarti terjadi riba fadhl.
b. Beli emas dgn emas secara tamatsul namun dgn nasi`ah mk terjadi riba nasi`ah.
c. Beli emas dgn emas secara tafadhul dan nasi`ah mk terjadi kedua jenis riba yaitu fadhl dan nasi`ah.
Hal ini berlaku pada barang yg sejenis. Adapun yg berbeda jenis hanya terjadi riba nasi`ah saja sebab tdk disyaratkan tamatsul namun hanya disyaratkan taqabudh. Wallahu a’lam.
Untuk lbh memahami masalah ini kita perlu menglasifikasikan barang-barang yg terkena riba yaitu emas perak kurma burr sya’ir dan garam menjadi dua bagian:
Bagian pertama: emas perak .
Bagian kedua: kurma burr sya’ir dan garam.
Keterangannya:
1. Masing-masing dari keenam barang di atas disebut satu jenis; jenis emas jenis perak jenis mata uang jenis kurma demikian seterusnya. Kaidahnya: bila jual beli barang sejenis misal emas dgn emas kurma dgn kurma dst mk diwajibkan ada dua hal: tamatsul dan taqabudh.
2. Jual beli lain jenis pada bagian pertama atau bagian kedua hanya disyaratkan taqabudh dan boleh tafadhul.
Misal emas dgn perak atau sebalik emas dgn mata uang atau sebalik perak dgn mata uang atau sebaliknya. Ini utk bagian pertama.
Misal utk bagian kedua: Kurma dgn burr atau sebalik sya’ir dgn garam atau sebalik kurma dgn sya’ir kurma dgn garam atau sebaliknya.
Dalil dua keterangan ini adl hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu yg diriwayatkan oleh Muslim . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَجْنَاسُ فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas dgn emas perak dgn perak burr dgn burr sya’ir dgn sya’ir kurma dgn kurma garam dgn garam harus semisal dgn semisal tangan dgn tangan . Namun bila jenis-jenis ini berbeda mk juallah terserah kalian bila tangan dgn tangan .”
3. Jual beli bagian pertama dgn bagian kedua atau sebalik diperbolehkan tafadhul dan nasi`ah .
Misal membeli garam dgn uang kurma dgn uang dan seterusnya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama yg dinukil oleh Ibnul Mundzir Ibnu Hazm Ibnu Qudamah Nashr Al-Maqdisi Al-Imam An-Nawawi dan sejumlah ulama lain. Dalil mereka adl sistem salam yaitu menyerahkan uang di awal akad utk barang tertentu dgn sifat tertentu dgn timbangan tertentu dan diserahkan pada tempo tertentu.
Telah maklum bahwa alat bayar masa itu adl dinar dan dirham dan barang yg sering diminta adl kurma atau sya’ir atau burr .
Di antara dalil juga adl hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Bahwasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikan baju perang dari besi kepadanya.”
Makanan yg Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beli di sini adl sya’ir sebagaimana lafadz lain dari riwayat di atas dlm keadaan beliau tdk punya uang . Beliau mengambil barang itu secara tempo dgn menggadaikan baju besinya. Wallahu a’lam.
Ash-Sharf
Ash-sharf secara bahasa berarti memindah dan mengembalikan. Sedangkan secara istilah fuqaha definisi ash-sharf adl jual beli alat bayar dgn alat bayar sejenis atau beda jenis.
Ulama Syafi’iyyah dan yg lain membedakan: bila sejenis disebut murathalah dan bila beda jenis disebut ash-sharf.
Adapun mata uang dgn mata uang lbh dominan disebut ash-sharf.
Telah dijelaskan di atas bahwa naqd adl salah satu bagian dari dua bagian hasil klasifikasi barang-barang jenis riba. Telah dijelaskan pula bahwa bila terjadi jual beli sesama jenis mk harus tamatsul dan taqabudh dan bila lain jenis harus taqabudh boleh tafadhul.
Yang perlu dipahami adl bahwa masing-masing mata uang yg beredar di dunia ini adl jenis tersendiri . Sehingga bila terjadi tukar-menukar uang sejenis haruslah taqabudh dan tamatsul. Misal uang Rp. 100.00000 ditukar dgn pecahan Rp. 10.00000 mk nominal harus sama. Bila tdk berarti terjatuh dlm riba fadhl. Selain itu juga harus serah terima di tempat. Bila tdk berarti terjatuh dlm riba nasi`ah. Bila tdk tamatsul dan tdk taqabudh berarti terjatuh dlm riba fadhl dan riba nasi`ah sekaligus.
Namun bila mata uang berlainan jenis mk harus taqabudh dan boleh tafadhul. Misal 1 dolar bernilai Rp. 10.00000 bisa ditukar Rp. 9.50000 atau Rp. 10.50000 namun harus serah terima di tempat. Wallahu a’lam.
Masalah 1: Taqabudh dlm bab ash-sharf adl syarat sah.
Ini adl pendapat mayoritas besar ulama bahkan dinukilkan ada ijma’. Namun Ibnu ‘Ulayyah berpendapat boleh berpisah tanpa taqabudh sebagaimana dinukil oleh Al-Imam An-Nawawi.
Dalil jumhur ulama adalah:
1. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhum:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الذَّهَبِ بِالْوَرِقِ دَيْنًا
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli emas dgn perak secara hutang.”
2. Hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْتَرِيَ الْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا وَنَشْتَرِيَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا يَدًا بِيَدٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami utk membeli perak dgn emas sekehendak kami dan membeli emas dgn perak sekehendak kami bila tangan dgn tangan .”
Dengan dasar di atas mk tdk boleh jual-beli emas dgn perak dgn sistem tempo bila alat bayar adl mata uang. Begitu pula tdk boleh jual-beli mata uang secara tempo bila alat bayar adl emas atau perak. Ini adl fatwa para ulama kontemporer. Wallahul muwaffiq.
Masalah 2: Apakah taqabudh harus segera ataukah boleh ada masa jeda?
Yang rajih dari pendapat para ulama adl pendapat jumhur bahwa taqabudh itu boleh tarakhi walaupun sehari dua hari atau tiga hari ataupun berpindah tempat selama kedua pihak masih belum berpisah. Dalil adl sebagai berikut:
1. Disebutkan dlm Ash-Shahihain bahwa Malik bin Aus bin Hadatsan radhiyallahu ‘anhu datang sambil berkata: “Siapa yg mau menukar dirham?” mk Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu berkata –dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berada di sisinya–: “Tunjukkan kepadaku emasmu kemudian nanti engkau datang lagi setelah pembantuku datang lalu aku berikan perak kepadamu.” ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pun menimpali: “Tidak boleh. Demi Allah engkau berikan perak kepada atau engkau kembalikan emasnya.”
Dalam lafadz Al-Bukhari disebutkan: Thalhah pun mengambil emas tersebut lalu dia bolak-balikkan di telapak tangan dan berkata: “Nanti hingga pembantuku datang dari hutan.” ‘Umar lalu berkata: “Demi Allah engkau tdk boleh berpisah dengan sampai engkau mengambil .” ‘Umar kemudian menyebutkan hadits:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dgn emas adl riba kecuali ha` dgn ha` .”
2. Ucapan ‘Umar dgn sanad yg shahih: “Bila salah seorang dari kalian melakukan ash-sharf dgn teman mk janganlah berpisah dengan hingga dia mengambilnya. Bila dia meminta tunggu hingga masuk rumah jangan beri dia masa tunggu tadi. Sebab saya khawatir engkau terkena riba.”
Pendapat ini dirajihkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani dlm An-Nail. Wallahu a’lam.
Yang dimaksud dgn majelis akad adl tempat jual beli baik kedua berjalan berdiri duduk atau dlm kendaraan. Sementara yg dimaksud dgn berpisah di sini adl pisah badan dan hal itu kembali kepada kebiasaan masyarakat setempat .
Bila pihak money changer tdk punya sisa uang dan harus pergi ke tempat lain mk pihak penukar/pembeli wajib mengiringi ke mana dia pergi hingga terjadi taqabudh di tempat yg dituju dan menyempurnakan sisa kekurangannya. Wallahul muwaffiq.
Masalah 3: Bila sebagian uang telah diterima dan sisa tertunda apakah sah akad tukar-menukarnya/ akad ash-sharfnya?
Pendapat Al-Imam Malik Al-Imam Asy-Syafi’i dan kalangan Azh-Zhahiriyyah menyatakan: Bila sharf tdk dapat diserahterimakan seluruh mk akadpun harus batal seluruhnya.
Sementara Abu Hanifah dan dua murid serta satu sisi pendapat yg dikuatkan dlm madzhab Hanbali menyatakan: Yang sudah diterima akad sah sementara yg belum diterima akad tdk sah.
Yang rajih insya Allah adl pendapat kedua dan ini yg dikuatkan An-Nawawi serta Ar-Ruyani dari kalangan Syafi’iyyah. Sebab hukum itu berjalan bersama dgn ‘illat . Bila terpenuhi persyaratan sah mk akad pun sah wallahu a’lam. Pendapat ini juga dirajihkan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.
Masalah 4: Apakah ada khiyar dlm bab ash-sharf?
Adapun khiyar majlis jumhur ulama berpendapat bahwa khiyar majlis dlm bab ash-sharf itu ada. Selama dlm majlis akad kedua belah pihak dapat menggagalkan akad hingga kedua saling berpisah.
Mereka berhujjah dgn hadits Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
“Penjual dan pembeli khiyar selama kedua belum berpisah.”
Pendapat ini dirajihkan oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah.
Adapun tentang khiyar syarat misal menukar dolar dgn rupiah lalu sang penukar mengatakan: “Dengan syarat saya punya hak khiyar selama tiga hari. Bila tdk cocok mk saya kembalikan lagi” mk jumhur berpendapat bahwa bila dlm perkara yg dipersyaratkan ada taqabudh seperti bab ash-sharf mk tdk boleh. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah.
Masalah ini perlu perincian:
1. Bila dia sudah melakukan akad jual-beli dgn sempurna lalu minta syarat mk lbh baik dia tinggalkan walaupun secara dalil tdk ada yg melarang krn sudah ada taqabudh dlm akad.
2. Bila dia bawa barang terlebih dahulu sebelum terjadi akad lalu bermusyawarah dgn keluarga atau yg lain setelah itu dia melakukan transaksi dgn taqabudh mk tdk mengapa.
Ini adl solusi terbaik yg disampaikan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. Wallahu a’lam.
Masalah 5: Akad ash-sharf via telepon dan yg semisalnya.
Masalah ini perlu perincian:
1. Bila yg dimaukan hanya memesan barang atau semacam janji utk membeli barang tanpa akad yg sempurna mk diperbolehkan. Karena ‘pesan’ atau ‘janji’ tidaklah termasuk akad jual beli. Sang penjual punya hak menjual kepada orang lain dan sang pembeli punya hak utk membatalkan ‘janji’ itu. Demikian pendapat Ibnu Hazm Ibnu Rusyd dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah dan inilah pendapat yg shahih. Sementara Al-Imam Malik memakruhkannya.
2. Bila yg dimaksud adl akad jual-beli secara sempurna mk hukum haram sebab tdk ada unsur taqabudh. Dan ini merupakan riba nasi`ah. Demikian fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah.
Masalah 6: Uang muka dlm bab ash-sharf.
Bila yg diinginkan dgn uang muka/downpayment adl transaksi secara sempurna mk hukum haram krn tdk ada unsur taqabudh. Sedangkan bila yg diinginkan adl amanah atau simpanan lalu penyerahan pembayaran total dilakukan pada saat akad serah terima barang mk hal ini tdk mengapa. Wallahu a’lam.
Masalah 7: Apakah disyaratkan ada barang di tempat dlm bab ash-sharf?
Pendapat yg rajih adl pendapat jumhur ulama yg menyatakan bahwa diperbolehkan akad ash-sharf walaupun tdk ada barang di tempat atau barang dikirimkan setelah itu atau dgn meminjam kepada orang lain dan kemudian diserahkan. Yang penting adl ada taqabudh dlm majelis akad sebelum berpisah.
Hujjah mereka adl bahwa yg dipersyaratkan dlm bab ash-sharf adl taqabudh dan hal itu telah terjadi dlm transaksi di atas. Wallahu a’lam.
Hiwalah Mashrafiyyah
Gambaran seseorang datang ke money changer ingin mengirim sejumlah uang ke Yaman –misalnya–. Masalah ini mempunyai dua keadaan:
1. Orang yg dikirimi menerima mata uang yg sama. Misal dari Indonesia mengirimkan uang 1000 dolar ke Yaman. Pihak penerima di Yaman menerima dgn mata uang yg sama.
Para ulama memasukkan keadaan ini ke dlm salah satu masalah berikut:
a. Masalah hiwalah secara fiqih
b. Masalah ijarah
c. Sesuatu yg dahulu dikenal dgn istilah saftajah.
Keadaan ini diperbolehkan.
2. Pihak yg dikirimi menerima dlm bentuk mata uang yg berbeda. Misal dari Indonesia mengirim uang Rp. 10 juta ke Yaman. Sedangkan pihak penerima di Yaman menerima dlm bentuk uang 900 dolar .
Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama kontemporer:
 Sebagian mereka melarang krn keadaan ini mengandung unsur hiwalah dan ash-sharf padahal dlm ash-sharf disyaratkan ada taqabudh. Sedangkan pada keadaan di atas tdk ada unsur taqabudh.
Ini adl fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan dzahir fatwa Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. Ini juga fatwa Syaikhuna Yahya Al-Hajuri hafizhahullah.
 Mayoritas ulama kontemporer berfatwa tentang kebolehan krn kebutuhan dan keadaan darurat.
Namun tdk diragukan lagi bahwa yg lbh selamat bagi agama seseorang dan sebagai upaya menghindari pintu riba adl dia tdk melakukan transaksi seperti ini.
Para ulama memberikan beberapa solusi di antaranya:
1. Mensyaratkan kepada pihak penyelenggara jasa transfer utk mengirimkan mata uang yg sama ke tempat yg dituju. Dan ini mungkin dilakukan dgn cara memberikan uang jasa kepada mereka.
2. Menukar mata uang terlebih dahulu baru dia kirim dgn mata uang yg diinginkan.
Misal seseorang mempunyai uang Rp. 10 juta hendak dikirim ke Arab Saudi dlm bentuk real. mk dia tukar terlebih dahulu uang rupiah itu dgn real Saudi baru dia minta pihak penyelenggara jasa mengirimkan dlm bentuk real Saudi. Bila dia telah yakin akan sampai di Arab Saudi dlm bentuk real namun ternyata sampai dlm bentuk rupiah mk tdk mengapa bagi penerima utk mengambil rupiah itu krn keadan darurat. Wallahu a’lam.
Masalah 8: Bagaimana bila sebuah mata uang tdk bisa keluar dari negeri krn larangan pemerintah setempat atau krn tdk ada nilai di luar negeri?
Misal seseorang mempunyai sejumlah uang real Saudi dan hendak mengirimkan ke Indonesia dlm bentuk rupiah. Dia ingin menukar real Saudi dgn rupiah namun krn rupiah jatuh tdk ada satupun money changer yg mau. Solusi adalah:
1. Dia langsung mengirim dlm bentuk real Saudi ke Indonesia. Penerima di Indonesia menerima real tersebut kemudian ditukar dgn rupiah di Indonesia.
2. Atau bila real Saudi tdk bisa keluar mk dia tukar real dgn dolar –misalnya– lalu dia kirimkan dolar ke Indonesia. Penerima di Indonesia menerima dlm bentuk dolar kemudian ditukar dgn rupiah di Indonesia.
Wallahul muwaffiq.
Penggunaan Cek dlm Ash-Sharf
Dari permasalahan hiwalah mashrafiyyah di atas muncul masalah kontemporer yg sangat masyhur yaitu menggunakan kertas cek dlm bab ash-sharf baik dlm jual beli emas dan perak maupun tukar-menukar mata uang dgn cek.
Permasalahan ini dibahas oleh para ulama khusus dlm hal cek resmi yg diakui atau dikeluarkan oleh pihak bank. Adapun cek palsu atau yg tdk diakui pihak bank mk jelas larangannya.
Para ulama berbeda pandangan dlm masalah ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa dlm masalah ash-sharf atau yg dipersyaratkan ada taqabudh tdk boleh ada hiwalah .
Dalam masalah cek apakah sudah terjadi taqabudh yg hakiki ataukah tidak?
Sebagian ulama masa kini semisal Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berpendapat bahwa muamalah jual beli emas dan perak atau mata uang menggunakan cek adl tdk boleh. Karena cek bukanlah taqabudh hakiki melainkan hanya bukti hiwalah saja. Terbukti bila cek tersebut hilang dia bisa minta lagi cek dgn nominal yg sama. Namun beliau mengecualikan cek yg resmi dari bank mk tdk mengapa asalkan sang penjual yg menerima cek dari pembeli langsung menghubungi bank dan mengatakan: “Biarkan uang itu sebagai simpanan di situ.”
Ulama yg melarang beralasan dgn beberapa hal sebagai berikut:
1. Bila cek itu rusak atau hilang sebelum uang dgn nominal yg tercantum itu diambil mk sang pemegang cek akan kembali kepada yg memberi cek. Bila cek tersebut adl serah terima hakiki layak mata uang niscaya dia tdk akan kembali ketika hilang atau rusak.
2. Terkadang cek tersebut ditarik tanpa nominal mk jelas tdk ada serah terima yg hakiki.
3. Terkadang pula orang yg menukar cek ditolak sehingga juga tdk ada serah terima yg hakiki.
4. Cek tdk termasuk kertas alat bayar layak mata uang namun hanya kertas yg berisikan nominal mata uang.
Sementara itu mayoritas ulama dan fuqaha zaman ini serta para pakar ekonomi berpendapat bahwa cek mengandung qabdh yg sempurna lagi hakiki sehingga dapat bertransaksi menggunakan cek dlm bab ash-sharf. Alasan mereka adl sebagai berikut:
1. Sesungguh dlm syariat disebutkan masalah qabdh namun tdk ditentukan batasannya. Tidak pula diikat dgn kriteria tertentu. Rujukan hukum-hukum yg bersifat umum seperti ini adl kebiasaan setempat. Sementara secara kebiasaan yg terjadi di kalangan pebisnis cek adl serah terima yg sempurna terhadap apa yg terkandung di dalamnya.
2. Cek yg resmi dan diakui tidaklah akan dikeluarkan kecuali setelah diyakini ada debet-kredit pemilik cek pada sebuah bank. Dan ini yg dimaksud dgn hiwalah dlm fiqih Islami .
3. Keadaan darurat membuat cek tersebut dijadikan sebagai serah terima yg hakiki. Kaidah ini ada dlm syariat yaitu: “Keadaan darurat membolehkan perkara yg haram” “Kebutuhan yg umum memiliki hukum darurat” “Kesulitan mendatangkan kemudahan” “Bila perkara menjadi sempit mk datanglah keluasan.” Kaidah-kaidah seperti ini diambil dari kemudahan-kemudahan Islam yg tertuang dlm banyak dalil di antaranya:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguh bersama kesusahan ada kemudahan.”
Juga ayat:
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki utk kemudahan bagi kalian dan tdk menghendaki kesukaran bagi kalian.”
4. Memudahkan perjalanan bisnis dan mengurangi resiko serta penjagaan terhadap harta benda yg dapat memotivasi para pebisnis utk melangsungkan bisnis dan menunjukkan kemudahan-kemudahan Islam.
Pendapat ini adl kesepakatan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami pada Rabithah ‘Alam Islami yg dipimpin oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz. Juga pada fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah yg diketuai Asy-Syaikh Ibnu Baz yg beranggotakan Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi Asy-Syaikh Ibnu Qu’ud dan Asy-Syaikh Al-Ghudayyan. Mereka beralasan krn kebutuhan umum.
Bila menilik kepada dalil-dalil syar’i mk yg rajih adl pendapat yg melarang. Namun dari sisi kebutuhan dan keadaan yg darurat mk diperbolehkan. Oleh krn itu hendak seorang muslim tdk bermuamalah dgn cara ini kecuali dlm keadaan darurat saja. Wallahul muwaffiq.
Jual-beli Valas
Dari uraian-uraian di atas kita dapat memahami hukum jual-beli valas secara syar’i dgn penjabaran sebagai berikut:
1. Bila jual-beli valas dari mata uang sejenis misal dolar dgn dolar mk disyaratkan ada tamatsul dan taqabudh.
2. Bila dari jenis mata uang yg berbeda misal rupiah dgn dolar atau dolar dgn poundsterling hanya disyaratkan ada taqabudh.
Dengan dasar kaidah di atas maka:
a. Tidak mengapa menanti naik-turun kurs sebuah mata uang yg dikehendaki bila terpenuhi persyaratan secara syar’i di atas ketika transaksi.
b. Tidak diperbolehkan transaksi via transfer ATM atau sejenis sebab tdk terjadi taqabudh yg disyaratkan.
c. Tidak boleh terjadi pertaruhan berbau judi dlm jual beli valas.
Wallahu a’lam bish-shawab.

makro dan mikro ekonomi

Makro ekonomi dan Mikro ekonomi adalah dua cabang utama ekonomi. Mikroekonomi adalah cabang yang berfokus pada bagaimana individu, rumah tangga, dan organisasi membuat keputusan mereka untuk mendistribusikan sumber daya yang terbatas, biasanya di pasar yang melihat perdagangan barang atau jasa. Ekonomi mikro mempelajari bagaimana keputusan-keputusan ini mempengaruhi umum pasokan dan permintaan untuk komoditas dan jasa. Seperti kita ketahui, pasokan adalah salah faktor yang menentukan harga, yang pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Mikro ekonomi biasa juga disebut sebagai pandangan "bottom-up economy" (bawah ke atas), atau bagaimana orang berurusan dengan uang, waktu, dan sumber daya yang tersedia.

Mikro ekonomi berfokus pada pasokan dan permintaan dan kekuatan lain yang menentukan tingkat harga yang terlihat dalam perekonomian. Sebagai contoh, mikroekonomi akan melihat bagaimana sebuah perusahaan tertentu bisa memaksimalkan produksi itu dan kapasitas sehingga dapat menurunkan harga dan lebih mampu bersaing dalam industrinya.


Sedangkan Makroekonomi adalah cabang yang mempelajari "jumlah total kegiatan ekonomi, berhubungan dengan masalah pertumbuhan, inflasi, pengangguran, kebijakan nasional ekonomi yang berasal dari inisiatif pemerintah (misalnya perubahan tingkat pajak, dll). Sebagai contoh, makroekonomi akan melihat bagaimana peningkatan / penurunan ekspor bersih akan mempengaruhi jumlah devisa suatu bangsa atau bagaimana GDP akan dipengaruhi oleh tingkat pengangguran.

Hal ini cukup jelas bahwa manajemen yang berskala organisasi global harus selalu mengambil kedua aspek mikroekonomi dan makroekonomi menjadi pertimbangan sebelum mereka memutuskan kebijakan manajemen mereka. Makroekonomi cukup akan banyak tergantung pada pemerintah daerah yang akan berbeda dari satu negara ke Negara lain dan dalam beberapa kasus bahkan satu negara yang lain. Hal ini disebabkan berbagai bentuk pemerintahan dan kebijakan di berbagai belahan dunia. Maka ini akan menjadi area utama fokus untuk kelancaran sebuah organisasi global. Ekonomi mikro di sisi lain, tergantung pada terutama perilaku orang-orang di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu untuk sebuah organisasi global, sangat penting untuk melakukan kajian menyeluruh dari kedua mempertimbangkan aspek daerah sebelum menerapkan suatu kebijakan manajemen.

Sementara kedua studi ekonomi tersebut terlihat seperti tampil berbeda, mereka sebenarnya saling bergantung dan melengkapi satu sama lain. Karena ada isu yang berkaitan antara kedua bidang. Sebagai contoh, peningkatan inflasi (efek makro) akan menyebabkan harga bahan baku untuk meningkatkan bagi perusahaan dan pada gilirannya mempengaruhi harga produk akhir yang dibebankan kepada publik.

Intinya adalah bahwa ekonomi mikro mengambil pendekatan bottom-up(bawah ke atas) untuk menganalisis ekonomi, sementara makroekonomi mengambil pendekatan top-down (atas ke bawah). Apapun itu, baik mikro dan makroekonomi keduanya adalah faktor fundamental untuk mengelola setiap lembaga keuangan profesional dalam rangka memahami bagaimana perusahaan-perusahaan beroperasi dan mendapatkan pendapatan. Dengan demikian, ekonomi bisa dikelola secara baik dan berkelanjutan.